SEMIOTIKA
A.
PENGERTIAN
SEMIOTIKA
“Semiotika
adalah ilmu tentang tanda, dan merupakan cabang filsafat yang mempelajari dan
menelaah tanda” (Vera, 2014:3). Ferdinand de Saussure dalam Course in General
Linguistik mendefinisikan bahwa “semiotika adalah ilmu yang mempelajari
struktur, jenis, tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunaannya
didalam masyarakat” (Piliang, 2003:45).
Pengertian
lain datang dari tokoh semiotika Umberto Eco yang menyatakan bahwa pada
prinsipnya, “semiotika adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk berdusta” (Vera, 2014:32).
Tanda,
menurut pandangan Peirce adalah “...something which stands to somebody for
something in some respect or capability”. Tampak pada definisi Peirce ini peran
subject (somebody) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pertandaan, yang
menjadi landasan semiotika komunikasi.
“Tanda
dan Makna merupakan kata kunci yang menghubungkan antara semiotika dan
komunikasi. Di dalam komunikasi terdapat unsur pesan yang berbentuk tanda-tanda.
Dan tanda-tanda ini mempunyai struktur tertentu yang dilatarbelakangi oleh
keadaan sosiologi ataupun budaya .
B.
MODEL
– MODEL SEMIOTIKA
1. Model
Ferdinand de Saussure
Prinsip dari teori Saussure
ini adalah sebuah sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian,
yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Penjelasan Saussure
menunjukkan karakter arbiter penanda dalam hubungannya dengan petanda.
TANDA
|
|
PENANDA
|
PERTANDA
|
CITRA
BUNYI
|
KONSEP
|
Model Saussure dapat
digambarkan sebagai berikut
2. Model
Charles Sander Peirce
Peirce
melihat subjek bagian yang tak terpisahkan dari proses signifikansi. Model
triadic Peirce (representamen, object, interpretant=tanda) memperlihatkan peran
besar subjek dalam proses transformasi bahasa (Piliang, 2003:266). Peirce
memandang bahwa tanda memiliki makna yang mengalami perubahan tanpa henti atau
unlimited semiosis, yaitu proses penciptaan rangkaian interpretant tanpa akhir.
Model triadic Peirce ini
memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda, yaitu represntamen (sesuatu
yang merepresentasikan sesuatu yang lain), objek (sesuatu yang
direpresentasikan) dan interpretant (interpretasi seseorang tentang tanda).
Model triadic ini diuraikan sebagai berikut :
Kategori/Trikotomi
|
Representamen
|
Objek
|
Interpretan
|
Firstness
Otonom
|
Qualisign
|
Ikon
|
Rheme
|
Secondness
Dihubungkan
dengan realitas
|
Sinsign
|
indeks
|
Dicent
|
Thirdness
Dihubungkan
dengan aturan, konvensi, atau kode
|
Legisign
|
Simbol
|
Argument
|
Sumber: dalam buku Hipersemiotik,
(Piliang, 2003:267)
3. Model
Umberto Eco
Dalam buku Hipersemiotika diungkapkan bahwa:
Bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk
mengungkapkan dusta, maka sebaliknya ia tidak dapat pula digunakan untuk
mengungkapkan kebenaran (truth): ia pada kenyataannya tidak dapat digunakan
untuk “mengungkapkan” apa-apa. Saya pikir definisi sebagai sebuah teori
kedustaan sudah sepantasnya diterima sebagai sebuah program komprehensif untuk
semiotika umum (general semiotics) (Piliang, 2003:45)
Berdasarkan pemahaman
diatas, saya menganggap bahwa teori menurut Eco merupakan teori untuk
mengungkapkan kebenaran sekaligus kedustaan. Dimana tanpa kita mengetahui
kebenaran yang sesungguhnya, maka kita juga tidak akan mengetahui bahwa suatu
tanda adalah dianggap berbohong.
Eco mendefinisikan dusta
adalah “mengatakan atau menulis sesuatu yang tidak benar”. Artinya apa yang
disajikan baik secara tertulis maupun lisan tidak sesuai dengan realita yang
sesungguhnya.
4. Semiotika
John Fiske
John Fiske berpendapat bahwa
terdapat tiga bidang studi utama dalam semiotika, yaitu:
a. Tanda
itu sendiri, terdiri atas studi tentang berbagai tanda.
b. Kode
atau sistem yang mengorganisasikan tanda, mencakup cara berbagai kode
dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk
mengeksploitasi saluran komunikasi yang ada.
c. Kebudayaan
tempat kode dan tanda bekerja, penggunaan kode-kode dan tanda-tanda untuk
keberadaan dan bentuknya sendiri (Vera, 2014:32).
Pertama
|
Realitas
|
|
Dalam bahasa tulis, seperti dokumen
wawancara transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti perilaku, make up,
pakaian, ucapan, gerak-gerik dan sebagainya
|
Kedua
|
Representasi
|
|
Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam
bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan
sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain.
Elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode representasional yang
memasukkan di antaranya bagaimana objek digambarkan (karakter, narasi,
setting, dialog, dan lain-lain).
|
Ketiga
|
Ideologi
|
|
Semua elemen diorganisasikan dalam koheren
dan kode kode ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme,
patraki, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya.
|
Sumber: I.S.
Wahyu Wibowo, semiotika komunikasi, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2011, hal 123
C. ANALISIS SEMIOTIKA DALAM IKLAN
Iklan sebagai salah satu media marketing public relations
yang kini banyak diminati. Kelebihan memasarkan product melalui iklan di
televisi adalah mampu menjaring dan mengantarkan informasi kepada seluruh
lapisan masyarakat yang menyaksikan. Selain itu, iklan dianggap cukup efektif
karena memiliki unsur visual dan audio visual. Istilah advertising itu sendiri
datang dari kata kerja bahasa latin “advertere” yang berarti ‘mengarahkan
perhatian seseorang ke ‘ (Danesi, 2010: 222). Hal ini menyatakan suatu bentuk
pengumuman atau representasi yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan
tertentu. “Iklan perlu dibedakan dengan bentuk representasi dan kegiatan
lainnya yang diarahkan untuk emmbujuk, dan mempengaruhi pendapat, sikap, dan
perilaku orang-orang seperti propaganda, publisitas, dan hubungan masyarakat”
(Danesi, 2010: 223).
Iklan terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu iklan
konsumen dan iklan perdagangan. Iklan pada dasarnya mengikuti bagaimana
tujuan-tujuan promosi dan pemasaran yang telah dibuat. “Pada dasarnya tanda dalam iklan terdiri dari
tanda-tanda verbal dan non verbal. Tanda verbal mencakup bahasa yang kita kenal
sedangkan tanda-tanda non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam
iklan” (Wibowo, 2011:129) .
Suharko mengatakan “iklan berusaha merepresentasikan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat melalui simbol tertentu, sehingga mampu
menimbulkan impresi dalam benak konsumen bahwa citra produk yang ditampilkan
adalah juga bagian dari kesadaran budayanya” (Wibowo, 2011:128).
Dalam makalah ini, akan dibahas sedikit mengenai analisis
semiotika iklan pada iklan Indomie.
1.
Analisis
Ferdinand de Saussure
alam analisis Saussure
disini, diambil contoh objek/tandanya adalah sebuah mie instan merk indomie.
TANDA
|
|
PENANDA
|
PERTANDA
|
Indomie
|
Produk
makanan cepat saji berupa mie dengan berbagai rasa
|
2.
Analisis
Charles Sander Peirce
Kategori/Trikotomi
|
Representamen
|
Objek
|
Interpretan
|
Firstness
Otonom
|
Qualisign
Warna
hijau pada kemasan merujuk pada warna cabai hijau
|
Ikon
- Terdapat
gambar cabai pada kemasan yang merujuk pada cabai yang sesungguhnya
- terdapat
angka 40, yang menunjukkan bahwa Indomie sudah memproduksi selama 40 tahun
lamanya.
|
Rheme
Sebuah
produk berupa mie instant dengan rasa pedas
|
Secondness
Dihubungkan
dengan realitas
|
Sinsign
Warna
hijau pada mie yang sudah matang menunjukkan komposisi yang mengandung cabai
hijau
|
Indeks
terdapat asap diatas mie,
yang menunjukkan bahwa mie tersebut baru dimasak dan masih panas
|
Dicent
Sebuah
mie instan yang mudah dijumpai di toko manapun dengan harga yang sangat
terjangkau
|
Thirdness
Dihubungkan
dengan aturan, konvensi, atau kode
|
Legisign
Warna
mie yang hijau menandakan bahwa rasa mie tersebut pedas, karena mengandung
cabai hijau
|
Simbol
Terdapat
simbol indomie, yang dipahami sebagai logo produk indomie
|
Argument
Produk
mie instan yang sangat lezat dan banyak disukai masyarakat indonesia hingga
mancanegara
|
3.
Analisis
Umberto Eco
Dalam iklan indomie yang
baru-baru ini ditayangkan di televisi, ada satu hal yang menarik. Berikut
kutipan teks iklan indomie:
“Banyak yang bilang, beda itu konflik”
“yang kalah pasti salah”
“beda itu memisahkan, yang tadinya mencintai
jadi membenci”
“Beda itu tabu, ujung-ujungnya jadi
memaksakan kehendak”
“padahal perbedaan kan bukan tentang siapa
yang benar, tapi untuk memperkaya warna dunia”
“seperti air dan minyak sulit bersatu namun
bisa berdampingan”
“dengan senyum, kata-kata dan pelukan yang
hangat perbedaan jadi serasa menyenangkan”
-Hadirkan kehangatan
ditengah perbedaan-
Dari tagline diatas, yaitu
“hadirkan kehangatan di tengah perbedaan” di visualisasikan melalui gambar
beberapa orang yang makan indomie bersama dengan wajah gembira. Apabila di
nilai sisi denotatifnya, akan berarti bahwa dengan memakan indomie bersama
teman-teman, akan menghadirkan kehangatan/rasa kebersamaan. Namun bila
dipandang sisi konotatifnya akan berbeda maknanya, karena tidak ada hubungan
antara perbedaan di masyarakat yang menyebabkan saling membenci dengan makan
indomie. Namun inilah yang harus dikaji makna dibalik iklan tersebut.
Melihat
iklan ini tayang disaat moment pilpres, dengan berita-berita yang jelas
terlihat perbedaan dari kedua kubu, dinilai iklan ini sengaja dibuat sedemikian
rupa untuk menarik minat konsumen melalui iklan tersebut. Strategi iklan yang
dibuat dalam rangka melakukan promosi ditengah hiruk-pikuk, dan ketatnya
pemilu. Dimana banyak stasiun TV yang isi tayangannya dominan mengenai pilpres.
Dengan mengambil tema yang sama dari pemilu, iklan indomie ini diharapkan mampu
meraup fokus pemirsa yang tengah disibukkan oleh iklan-iklan kampanye pemilu. Terlebih
dari kata-kata yang terdapat didalam iklan tersebut, merujuk pada perbedaan
pendapat, perbedaan keyakinan, kepercayaan terhadap masing-masing tokoh idola
yang diharapkan menjadi pemimpin negeri ini. Indomie juga mengajak kepada
masyarakat untuk tidak menimbulkan konflik, dan hidup berdampingan walau tidak
bisa menerima keputusan satu sama lain. Bila di analisis menggunakan theory of
lie dari Eco, maksud yang sebenarnya ingin dituju adalah, apapun keyakinan, dan
pilihan masyarakat, tetapi tetap satu selera, yaitu indomie.
4.
Analisis
John Fiske
Teori menurut john Fiske
ini, akan melengkapi analisis diatas. Dimana iklan indomie ditayangkan di media
televisi yang merupakan bagian dari media massa.
Pertama
|
Realitas
|
|
Terdapat adegan dua orang membenci,
kemudian diakhir iklan beberapa orang duduk bersama menyantap indomie dengan
wajah gembira
|
Kedua
|
Representasi
|
|
Terdapat teks iklan yang
berbunyi
“Banyak yang bilang, beda
itu konflik”
“yang kalah pasti salah”
“beda itu memisahkan, yang
tadinya mencintai jadi membenci”
Di dukung dengan backsound
musik, teknik pengambilan gambar pada iklan yang mempertegas bahwa perbedaan
menyebabkan orang membenci dan pada akhirnya bisa bersama-sama.
|
Ketiga
|
Ideologi
|
|
Indomie hendak mengingatkan kepada
masyarakat tentang ideologi pancasila Indonesia, yaitu “persatuan indonesia”.
Pesan yang disampaikan oleh Indomie menyangkut pautkan antara perbedaan di
tengah pemilu dengan perbedaan komposisi pada mie, yaitu minyak dan air. Tetapi
kembali lagi, bahwa tujuan utama dalam iklan adalah untuk meningkatkan
penjualan. Iklan yang dikemas dengan konsep yang menarik seperti Indomie
diharapkan mampu mempertahankan posisinya (brand positioning) sebagai produk
mie instan yang paling diminati dan sudah berdiri sejak 40 tahun lamanya.
|
DAFTAR PUSTAKA
Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis bagi
Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studis atas
Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
7 komentar:
mantapp
Terimakasih atas penjelasannya. sangat membantu!
sangat membantu
sangat membantu
asalamualaikum kakisa bantu akuntuk menganalisis iklan
Terima kasih ilmunya, sangat membantu !
Posting Komentar